Dedi Mulyadi/transjabar
transjabar_ PURWAKARTA – Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi memiliki pandangan terkait perdebatan yang terjadi menjelang Pilpres 2019. Menurut dia, perang kata-kata melalui media sangat tidak mendidik dan terkesan baper (bawa perasaan).
Fenomena ini menurutnya sekaligus menyalahi pengamalan gagasan pendiri bangsa Indonesia. Para tokoh pendiri bangsa selalu mengedepankan persatuan dan kesatuan, bukan drama melankolis berbasis personal.
“Argumentasi perdebatan harusnya berisi gagasan para pendiri bangsa Indonesia. Jadi, tidak masuk ke ranah pribadi. Gagasan ‘founding fathers’ gak begitu kok,” kata Dedi, di kediamannya. Tepatnya di Desa Sawah Kulon, Kecamatan Pasawahan, Purwakarta, Jum’at (27/7/2018).
Selain itu, silang wacana mengenai pengamalan ideologi bangsa beserta program nyata untuk masyarakat jauh diperlukan.
“Masuk tidaknya partai ke dalam sebuah koalisi harus diarahkan pada pertimbangan politik kenegaraan dan kebangsaan. Suka atau tidak sukanya didasarkan pada program kerja masing-masing koalisi yang akan dijalankan hari ini. Jangan mengarahkan kepada nalar perasaan. Ini bisa jadi kemunduran kehidupan politik secara nasional,” katanya.
Pandangan politik bernegara menurut Dedi, tidak boleh berisi gambaran suasana kebatinan individu antar individu. Sebab, Indonesia bukan Negara milik orang per orang.
“Setahu saya negara ini milik seluruh warga bangsa Indonesia. Kita harus memberikan contoh kepada masyarakat untuk melihat gambaran Indonesia masa depan. Gambaran itu tercermin dari visi kebangsaan dari masing-masing partai koalisi,” tuturnya.
Mirip Drama Pencintaan
Fenomena saling sindir antar elit politik menurut mantan Bupati Purwakarta tersebut sudah mirip drama pencintaan. Seharusnya, para elit menghadirkan suasana sejuk yang mencerdaskan segenap anak bangsa.
“Publik harus tercerdaskan melalui momen Pilpres ini. Jadi, urusan perasaan tidak bolehlah dibawa ke ranah politik dan publik,” katanya.
Jika kondisi ini terus berlangsung, Dedi khawatir publik akan kehilangan spirit keteladanan. Karena itu, dia mengajak semua pihak untuk menjalankan cara-cara berpolitik yang penuh keadaban.
“Kita melihatnya kan malu, ini harus disudahi. Kita bangun kembali politik beradab yang telah diajarkan pendiri bangsa. Jangan sampai politik beradab itu hilang dan publik kehilangan keteladanan. Sehingga, spirit luhur kehidupan politik kita kalah oleh politik personal,” ucapnya. (ctr).