TransJabar.Com_BEKASI,- Kapolri Jenderal Polisi Prof. Drs. H. Muhammad Tito Karnavian, M.A., Ph.D menghadiri seminar international dengan tema “Counter-Terrorism: Contemporary Strategis and Future Architecture” yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian Keamanan Nasional (Puskanmas) Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, Bekasi Utara.
Seminar ini merupakan wujud komitmen Universitas Bhayangkara Jakarta Raya sebagai pusat rujukan wacana dan pengetahuan mengenai keamanan nasional dalam memfasilitasi dialog pertukaran informasi tingkat global dan regional (Asia Fasifik) serta mendiseminiskan pengetahuan mengenai strategi dan arsitektur kontra terorisme terkini kepada audiens dan pemangku kepentingan di tanah air.
Dalam paparannya sebagai keynote speaker, Kapolri menekankan bahwa “Terorisme bukanlah Islam dan Islam bukanlah terorisme, Islam adalah agama perdamaian dan toleransi”. Sementara ancaman terorisme yang ada di Indonesia saat ini pada dasarnya dipengaruhi oleh jaringan dinamika terorisme di luar negeri khususnya di Suriah dan Afganistan.
“Kelompok yang dulunya mereka menganut ideologi di Indonesia mendapatkan udara baru, saya membaginya dalam dua gelombang, 1 (satu) gelombang Alkaedah yang berhubungan dengan JI; 2 (dua) gelombang sekarang antara ISIS dengan JAD”, terang Kapolri Tito Karnavian.
Kemudian, seiring dengan dinamika perkembangannya, maka mekanisme penanganan kejahatan terorisme meliputi dua hal yaitu hard approach dengan penegakkan hukumnya dan soft approach melalui langkah – langkah preventif seperti edukasi dan sosialisi terutama dalam menghadapi permasalahan lokal untuk menekan berkembangnya ideologi ini.
“Kita bisa melakukan langkah – langkah baik dengan menggunakan cara keras penegakan hukum yang di bantu oleh militer dan intelejen, yang kedua kita bisa melakukan langkah – langkah soft dalam rangka membendung ideologi radikal ada program namanya deradikalisasi, kontra radikalisasi”, ujar Kapolri.
Dalam upaya penegakkan hukum terhadap terorisme, Kapolri menyebutkan ada 4 (empat) hal yang harus diperkuat yakni dari sisi kemampuan deteksi aparat, kemampuan penanganan penyidikan, kemampuan beroperasi di semua medan dan UU yang kuat. Untuk saat ini UU No 5 tahun 2018 dinilai cukup kuat untuk menangani terorisme.
Selain itu, menurut Kapolri, eksistensi wilayah Timur Tengah sebagai kiblat paham terorisme dengan segala problematikanya sewaktu – waktu dapat kembali memicu munculnya pergerakan terorisme sehingga kerjasama di tingkat internasional sangat dibutuhkan.
“Akar masalahnya, selagi ada konflik di Afganistan, di Timur Tengah maka ini akan menjadi magnet ideologi, ini akan terus hidup, ada alasan untuk hidup, untuk diaktifkan kembali. Sehingga selain penanganan dalam negeri, kita minta kepada lembaga internasional termasuk PBB bisa menyelesaikan”, tegas Kapolri.
Turut hadir dalam acara tersebut Rektor Universitas Bhayangkara Jakarta raya Dr. H. Bambang Karsono, RSIS Singapore Prof. Dr. Rohan Gunaratna, Australia Embassy Keara Shaw, U.S Embassy Jared C. Kimball, Singapore Embassy Khairul Azman & Lo Seng Chai, Iraq Embassy Fadilla A Chali, Palestine Embassy A Bari, Italy Embassy Motteo Pevego, Kedubes Rusia Veronika Novoselteva, PP Polri M. Nian Syakuddin, Lemdiklat Polri Irjen. Pol. Drs. Boy Rafli Amar, M.H., Karo Penmas Brigjen. Pol. Dr. Dedi Prasetyo, M.Hum., M.Si., M.M, Karo Provos Brigjen Pol. Drs. Hendro Pandowo, M.Si, Kapolresta Bekasi Kombes. Pol. Dr. Indarto, S.H., S.Sos., S.I.K., M.Si. (Falah)